Suatu Hari di Tahun 2018

Cibiru, 23 Oktober 2018

Sedang kontemplasi kesepian di kamar kos



Kali ini aku mau merumuskan agar aku bisa berkembang tidak stagnan.

Dalam diri manusia terdapat kelemahan, kita amini. Tak ada seorang pun yang tak punya kelemahan, percaya kan? Aku berpikir sedetail mungkin, apa kelemahanku dalam melakukan sesuatu? Aku merasa semakin menjadi orang paling buruk di dunia.

Kelemahanku adalah takut untuk menanggung sesuatu yang berat, tanggung jawab yang berat. Aku takut kalo diberi amanah. Aku takut ditinggalkan teman, saat aku berpegang pada prinsip. Aku takut kesepian. Intinya aku takut kesepian.

Tapi pada akhirnya dengan ketakutan itu, aku terjebak, merasa sepi. Dengan sikap cari aman, daripada ditinggalkan, lebih baik aku diam lebih baik sendiri tanpa berprinsip. Mungkin ini yang dinamakan toksik. Meski pada akhirnya aku keluar dari zona toksik itu yang malah makin menjerumuskanku. Hening, sepi, bodoh sendiri, dengan kesedihan sendiri. Meninggalkan apapun.

Aku harus kembali produktif, gak boleh malas seperti ini.

Teringat tujuan ideologi komunisme yang sederhana, yakni menghilangkan orang yang malas dan pergi bekerja.

Sialnya, aku sedang menjadi orang yang malas dan ternyata malah tersiksa.

Bekerja itu artinya bukan sesuatu yang bisa menghasilkan kekayaan berbentuk “harta” saja, tapi hakikatnya kerja adalah mengubah sesuatu. Menyoal kerja, Allah Swt menyampaikan perintahnya dalam Alquran surat At Taubah ayat 105, “Bekerjalah kamu! Allah, Rasul, serta orang-orang mukmin melihat apa yang kamu kerjakan…” .

Aku sering meninggalkan pekerjaanku (dalam artian hal-hal produktif), karena tidak percaya dengan kemampuan sendiri. Bukankah itu naïf? pada akhirnya tenggelam semakin terkubur.

Ibadah adalah kerja, mencari teman adalah kerja, mencari uang adalah kerja. Semua dilakukan untuk mengubah sesuatu dalam hidup kita.

Aku sudah merasakan, bagaimana hidup tanpa mengerjakan apapun, rasanya terpuruk, rasanya kosong, sangat- sangat tidak enak. Meski terkadang sering berucap keluh kesah tak indah dengan kata-kata negate yang rumit, yang nyatanya kita semakin terombang- ambing dalam lautan, menunggu keajaiban datang. 

Kita sebenarnya perlu terus berenang ke tepi, bukan soal bisa atau tidak bisa berenang, tapi membuatnya bisa dengan usaha maksimal dan harapan. Daripada kita mati dalam keadaan menyerah.

Dan bukankah harapan itu sebuah do’a juga? Aku tegaskan, do’a bukan melulu soal kita membaca sesuatu berbahasa asing yang kadang tidak kita pahami.

Apapun caranya, untuk bisa bertahan dengan pertolongan Tuhan. Dalam kesepian ini, dalam masa kontemplasi yang panjang ini, akhirnya aku mendapatkan titik temu. Terimakasih Tuhan, terimakasih untuk kehidupanku, terimakasih untuk orang- orang yang ada disekelilingku yang telah membuatku membuka mata.

Hidup memang perlu tantangan, layaknya novel atau sebuah cerita, sependek apapun pasti ada konflik, karena konflik adalah nyawa bagi alurnya. Selanjutnya terdapat adegan kemenangan untuk memulai kehidupan yang baru meski selanjutnya pasti ada konflik lagi, yang terpenting kita bisa melewatinya, mendapat pelajaran, tidak mengulangi kesalahan yang sama, menemukan solusi baru, dan terus berkembang. Karena kita harus jadi orang yang bermanfaat.

Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain?

yaa… kehidupan itu tidak kosong kan?

Begitupun para ilmuan yang menemukan sebuah teori. Mereka mendapat suatu masalah yang didapatinya baik berasal dari fakta empiris atau mungkin dari rasionya sendiri, membuat sebuah hipotesa, mengumpulkan data-data, menguji hipotesanya, kemudian mendapat simpulan untuk memahami segala masalah agar tahu apa solusi kemudian yang harus dilakukan.

Namun, pada proses kehidupan ini aku tidak boleh terus seperti ini, terus bergerak mekanis layaknya biang lala yang terus berputar, tanpa peningkatan, tanpa berjalan jauh. 

Dalam proses hidup ini aku harus bergerak dialektis -mungkin begitu- artinya aku harus melakukan perubahan yang sifatnya terus meningkatkan diri, dari tingkatan yang lebih rendah ke tingkatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan kualitas baru.

Maka dari itu, apapun yang terjadi, apapun nanti yang kuhadapi kedepan, aku tidak boleh lagi mengurung lagi berbulan-bulan seperti ini rasanya lelah dirundung kesepian yang membuatku tidak produktif dan stress. Aku harus gerak!

Gerak (berubah dan berkembang) dalam pandangan dialektika matrealis memiliki tiga asas yaitu kontradiksi untuk memberi pertanyaan mengapa sesuatu itu berubah dan berkembang, perubahan kuantitas ke kualitas untuk memberi pertanyaan bagaimana sesuatu berubah dan berkembangdan negasi dari negasi untuk memberi jawaban tentang kemana arah berubah dan berkembangnya materi.

Dalam diri manusia, hampir atau mungkin seluruh manusia di dunia ini ingin disukai oleh semua orang, terutama yang disekelilingnya. Tapi? Dengan apapun yang kita lakukan itu akan berhasil? Tidak. Sebenarnya didunia ini tak ada yang sempurna. Kau tahu ? hanya Tuhan yang memilikinya. Apakah itu adalah kecurangan? Jelas tidak!

Ilmu tauhid mempelajari, bahwa satu-satunya Tuhan yang wajib kita imani dan kita sembah hanyalah Allah Swt Sang Maha Sempurna. Apakah Tuhan kepingin banget disembah oleh umatnya ? Tuhan tidak rugi juga kalo tidak kita sembah.

Jadi, kesimpulannya dengan kita mengimani Tuhan, kita percaya bahwa hanya Dia lah satu-satunya yang sempurna dan kita umat manusia adalah setara tiada yang sempurna denga segala kelebihan dan kekurangannya, kita semua ini sama. 

Ada kelebihan dan ada kekurangan, tinggal bagaimana kita mengelolanya sebagai khalifah di muka bumi ini merawat hablumminallah, hablumminannas, hablumminalalam.

“Engkau tidak akan menyenangkan semua orang. Karena itu, cukup bagimu memperbaiki hubunganmu dengan Allah. Dan jangan terlalu peduli dengan penilaian manusia” — Imam Syafi’i.

Selain pada pandangan orang lain yang telah mengkritik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan, tidak melulu kita harus menentangnya dengan membuktikan bahwa apa yang kita lakukan adalah benar tetapi itu adalah salah satu bentuk yang lagi-lagi berpola dialektis agar kehidupan kita tidak stagnan untuk melakukan peningkatan. 

Aku harus bersyukur bisa mendapat masalah yang seperti ini, dan bisa melewatinya. Meski terjal, licin dan beberapa kali terjatuh aku bisa menghadapinya kok. Percayalah, Tuhan tidak akan memeberikan cobaan kepada makhuluknya kecuali ia diberikan kapasitas untuk menghadapinya.

Yang baru mungkin akan agak begitu sulit menemukan yang pas, ah yasudah hidup jalani saja, di dunia ini ada triliunan manusia dan semuanya memiliki masalah. Dunia tidak stagnan kan. Ingat, dialektika, setiap kita tertimpa masalah saat bisa mengahancurkannya kita akan merasa menang, merasa lebih baik, merasa bahagia menikmati dunia baru. Jadi, terimalah. SEMANGAT!

Comments

Popular posts from this blog

musik pada masa penjajahan

Bunga Matahari